Kamis, 31 Januari 2013
Sejarah pakaian
Sejak ratusan tahun yang lalu hingga kini mungkin secara universal orang setuju, berpakaian adalah demi kesopanan. Kakek Adam dan nenek Hawa, karena melanggar larangan Tuhan memakan buah kebijakan, menjadi “tahu malu”, dan sejak itu berupaya untuk menutup bagian tubuhnya yang disadarinya membuat dirinya malu dengan selempek dedaunan. Adakah maksud lain dari “perilaku baru”nya itu?
Sebegitu jauh belum bisa dimengerti apa sebenarnya tujuan orang berpakaian itu secara pasti. Anthropolog dan psycholog menyatakan bahwa berpakaian ternyata mengandung arti yang sangat kompleks. Untuk memahami pendapat kedua bidang keahlian ini, kita haruslah mengesampingkan berbagai macam teori tentang “berpakaian“ yang telah berkembang pada zaman modern ini.
Penalaran paling umum dan paling logis, orang berpakaian disebabkan karena mereka mengatasi rasa dingin. Ernes Crawley mengatakan, budaya berpakaian berawal di daerah tropis belum ditemukan bukti pendukungnya. Penduduk asli Tierra del Fuego, walaupun kedinginan, disana tidak diketemukan pakaian dengan alasan yang masuk akal. Mereka hanya membuat perlindungan untuk melindungi diri dari angin. Orang primitif melindungi diri dari ganasnya cuaca bukan dengan cara berpakaian tetapi dengan masuk ke dalam gua atau “rumah”. Hingga masa kinipun orang Eskimo melepas semua pakaiannya begitu masuk ke dalam igloo (rumah)-nya. Orang primitif juga tidak melindungi diri dari hujan dengan cara berpakaian.
“Orang perahu” dari Jepang akan melepas pakaiannya begitu turun hujan dan menyimpannya ditempat kering untuk dipakai kembali ketika hujan telah reda. Melindungi diri dari sengatan matahari mungkin merupakan bagian terpenting dari evolusi berpakaian. Membawa dedaunan untuk menutup kepala mungkin mengilhami terciptanya topi dan payung yang ada sekarang. Inipun juga masih bisa diperdebatkan.
Kalau misalnya tujuan berpakaian adalah melindungi fisik, harusnya yang pertama kali dilindungi adalah kaki (sepatu) dan dengkul (decker). Moccasin (sepatu dari kulit yang lembut dipakai orang Indian Amerika Utara) dibuat lebih dulu ketimbang cawat (sekarang celana dalam). Mengapa? Kalau bukan untuk kesopanan, mengapa orang primitif menggantung berbagai macam barang di pinggangnya sembari menutup auratnya.
Para anthropolog mencoba menjawab pertanyaan ini dengan apa yang dikenal dengan “ligature-hypothesis” (hipotesa ikat pinggang). Hampir semua orang primitif yang hidup hingga saat ini (termasuk kita?) menggunakan ikat pinggang.
Aslinya sih gunanya untuk mengurangi rasa lapar. Sekarang jadi pemeo, “kencangkan ikat pinggang” untuk mengatakan “ngirit”. Tetapi beberapa penulis yang lain mengatakan bahwa ikat pinggang awalnya adalah sebuah tali dan gunanya bukan untuk mengurangi rasa lapar. Tali inipun terbuat dari kulit kayu yang lunak dan tidak berfungsi untuk mengurangi rasa lapar seperti yang disebutkan dahulu. Umumnya hanya dikenakan oleh laki-laki. Gunanya untuk menggantungkan atau menyimpan bermacam barang yang termasuk katagori senjata dan amunisi, walaupun yang dimaksud amunisi hanyalah batu. Bukankah dengan demikian akan mempermudah gerak mereka ketika menghadapi musuh atau berburu.
Orang primitif tidak hanya menghadapi musuh sesama orang dan binatang buas. Tetapi juga musuh yang bersifat magis. Karena itu ikat pinggangpun ada yang berkekuatan magis. Ingat kolor warok Ponorogo yang besar?. Bagi manusia modern, tentu jauh dari konsep ini. Tetapi buat orang primitif, ada konsep yang berbeda berkenaan dengan apa yang disebutnya ”supranatural”. Bagaimana?. Anda pakai ikat pinggang? Bagaimana anda berpakaian, apakah anda punya konsep sendiri yang anda coba penuhi?. Selamat bersolek dan bercermin. .
(Disadur dari “Modesty in Dress” by James Laver, diterjemahkan oleh Boetan@168city.com)
Sejarah pakaian
Sejak ratusan tahun yang lalu hingga kini mungkin secara universal
orang setuju, berpakaian adalah demi kesopanan. Kakek Adam dan nenek
Hawa, karena melanggar larangan Tuhan memakan buah kebijakan, menjadi
“tahu malu”, dan sejak itu berupaya untuk menutup bagian tubuhnya yang
disadarinya membuat dirinya malu dengan selempek dedaunan. Adakah maksud
lain dari “perilaku baru”nya itu?
Sebegitu jauh belum bisa dimengerti apa sebenarnya tujuan orang
berpakaian itu secara pasti. Anthropolog dan psycholog menyatakan bahwa
berpakaian ternyata mengandung arti yang sangat kompleks. Untuk memahami
pendapat kedua bidang keahlian ini, kita haruslah mengesampingkan
berbagai macam teori tentang “berpakaian“ yang telah berkembang pada
zaman modern ini.
Penalaran paling umum dan paling logis, orang berpakaian disebabkan
karena mereka mengatasi rasa dingin. Ernes Crawley mengatakan, budaya
berpakaian berawal di daerah tropis belum ditemukan bukti pendukungnya.
Penduduk asli Tierra del Fuego, walaupun kedinginan, disana tidak
diketemukan pakaian dengan alasan yang masuk akal. Mereka hanya membuat
perlindungan untuk melindungi diri dari angin. Orang primitif melindungi
diri dari ganasnya cuaca bukan dengan cara berpakaian tetapi dengan
masuk ke dalam gua atau “rumah”. Hingga masa kinipun orang Eskimo
melepas semua pakaiannya begitu masuk ke dalam igloo (rumah)-nya. Orang
primitif juga tidak melindungi diri dari hujan dengan cara berpakaian.
“Orang perahu” dari Jepang akan melepas pakaiannya begitu turun
hujan dan menyimpannya ditempat kering untuk dipakai kembali ketika
hujan telah reda. Melindungi diri dari sengatan matahari mungkin
merupakan bagian terpenting dari evolusi berpakaian. Membawa dedaunan
untuk menutup kepala mungkin mengilhami terciptanya topi dan payung yang
ada sekarang. Inipun juga masih bisa diperdebatkan.
Kalau misalnya tujuan berpakaian adalah melindungi fisik, harusnya
yang pertama kali dilindungi adalah kaki (sepatu) dan dengkul (decker).
Moccasin (sepatu dari kulit yang lembut dipakai orang Indian Amerika
Utara) dibuat lebih dulu ketimbang cawat (sekarang celana dalam).
Mengapa? Kalau bukan untuk kesopanan, mengapa orang primitif menggantung
berbagai macam barang di pinggangnya sembari menutup auratnya.
Para anthropolog mencoba menjawab pertanyaan ini dengan apa yang
dikenal dengan “ligature-hypothesis” (hipotesa ikat pinggang). Hampir
semua orang primitif yang hidup hingga saat ini (termasuk kita?)
menggunakan ikat pinggang.
Aslinya sih gunanya untuk mengurangi rasa lapar. Sekarang jadi pemeo,
“kencangkan ikat pinggang” untuk mengatakan “ngirit”. Tetapi beberapa
penulis yang lain mengatakan bahwa ikat pinggang awalnya adalah sebuah
tali dan gunanya bukan untuk mengurangi rasa lapar. Tali inipun terbuat
dari kulit kayu yang lunak dan tidak berfungsi untuk mengurangi rasa
lapar seperti yang disebutkan dahulu. Umumnya hanya dikenakan oleh
laki-laki. Gunanya untuk menggantungkan atau menyimpan bermacam barang
yang termasuk katagori senjata dan amunisi, walaupun yang dimaksud
amunisi hanyalah batu. Bukankah dengan demikian akan mempermudah gerak
mereka ketika menghadapi musuh atau berburu.
Orang primitif tidak hanya menghadapi musuh sesama orang dan binatang
buas. Tetapi juga musuh yang bersifat magis. Karena itu ikat
pinggangpun ada yang berkekuatan magis. Ingat kolor warok Ponorogo yang
besar?. Bagi manusia modern, tentu jauh dari konsep ini. Tetapi buat
orang primitif, ada konsep yang berbeda berkenaan dengan apa yang
disebutnya ”supranatural”. Bagaimana?. Anda pakai ikat pinggang?
Bagaimana anda berpakaian, apakah anda punya konsep sendiri yang anda
coba penuhi?. Selamat bersolek dan bercermin. .
(Disadur dari “Modesty in Dress” by James Laver, diterjemahkan oleh Boetan@168city.com)
1 komentar:
- Unknown mengatakan...
-
Nice Info.. Terimakasih kak untuk sharing informasinya.. Regards : Fitinline..
- 27 Mei 2015 pukul 02.49
1 komentar on "Sejarah pakaian "
Nice Info.. Terimakasih kak untuk sharing informasinya.. Regards : Fitinline..
Posting Komentar